Masuk ke alam “The Matrix” mulai terasa nyata dengan ditariknya kita dari kenyataan ke realitas di dalam mesin terlecut hitungan ‘followers’, ‘views’ & ‘likes’.

Abdalah Gifar
3 min readJun 7, 2023

“The Matrix” memang hanyalah film fiksi ilmiah dari Hollywood karya The Wachowski Brothers (yang sudah jadi “Sisters”) keluaran tahun 1999 untuk film pertamanya. Tetapi dalam kenyataan perkembangan teknologi masa kini melalui media sosial, virtual reality, metaverse, dan lain-lainnya, sepertinya kita sedang digiring ke dunia/alam dimana “cara main” (‘rules’) mesin (kata untuk mewakili teknologi yang manusia ciptakan) menjadi pengendali hidup dan jadi penentu segalanya?

Photo by Markus Spiske on Unsplash

Pada “tongkrongan” pagi ini, Rabu (7 Juni 2023) di dosispagi,

Aku merasa kurang tenang,

ada urusan belum selesai,

mengganjal rasanya,

postingan di Instagram untuk promosikan “micro-essay” yang sudah ditulis pagi hari di Medium kira-kira tentang Ikhlas Tapi Mau Jadi Politisi belum selesai diberi caption dan belum di-upload.

Tentu harus menjaga adab. Dalam pertemuan dimana ada orang lain yang itu teman kita dan ada kenalan baru juga yang sedang bicara, kita sebisa mungkin tidak beralih melihat ke HP. Mencoba untuk tetap fokus memperhatikan pembicaraan satu sama lain, itu berhasil saya lakukan.

Tapi akhirnya,

di pertengahan sampai jelang akhir pertemuan,

menyerah juga.

Pembicaraan yang sudah mulai mengendur, tidak seintens sebelumnya tentu bukan alasan.

Saya membuka HP — sempat minta permisi sih ke teman-teman di tengah obrolan yang sedang terjeda— , lalu membuka Instagram untuk menuntaskan caption agar bisa segera tulisan di Medium terpromosikan ke teman-teman di media sosial.

Sialnya… Hahaha.

Konyol juga rasanya,

baru sadarnya sekarang,

seharian di seminggu pertama bulan Juni ini perhatian cukup teralihkan,

walaupun enggak nonstop karena masih bisa jalan pulang dari coffeeshop, dan beraktivitas lain. Tetapi tetap saja, hitungan ‘likes’ di postingan IG serta jumlah ‘followers’ dan ‘views’ tulisan di Medium terus disatroni.

Bangsat!

Perhatian saya tercuri oleh “cara main”/rules mesin!

Perasan terkontaminasi jadi risau karena ‘like’ dan ‘views’ kurang.

Kalau sampai hari ini, Kamis (8 Juni 2023), kestabilan emosi serta psikologi dan/atau aktivitas sehari-sehari di realitas sebenarnya (real life) sampai terganggu, nyatalah saya dikuasai mesin 2x24 dan bisa akan terus berlanjut. Seolah realitas rekaan di dalam mesin itu adalah kenyataan yang harus diperjuangkan mati-matian. Di saat yang sama, nyata-nyata ada urusan yang lebih nyata di dalam kenyataan dunia yang sedang dipijak.

Apa pedulinya sih kalau dipikir-pikir jumlah ‘followers’ sedikit, ‘views’ tulisan masih minim, postingan promosi tidak banyak di-‘like’,

seandainya saya… Ikhlas. (tentang itu tertulis di sini)

The Matrix, dijelaskan oleh Morpheus (Laurence Fishburne) di film pertamanya (1999), adalah "computer generated dream world". Ia dibuat sebagai simulasi realita, mengendalikan manusia yang telah diubah menjadi sumber daya oleh para Mesin (The Machine). — sumber : Kumparan

Kita (seakan) sebagai Subjek (justru) sedang dijadikan Objek oleh mesin/teknologi yang kita sebagai manusia buat sendiri, tapi justru malah mengikis kemanusiaan itu sendiri.

Terus berfokus pada alat yang ada di genggaman jadi berbahaya kalau sampai mengabaikan orang-orang tersayang di sekitar, padahal HP ini adalah alat komunikasi, bukan pintu masuk jiwa ke alam lain di bawah pengaturan mesin.

Jikalau itu sampai terjadi, penggambaran manusia dalam “The Matrix” yang hidup di dalam program komputer sementara dunia nyatanya rusak, bisa-bisa jadi kenyataan, dimulai dari lingkup personal, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, sampai dunia yang porak-poranda.

Pembuat film “The Matrix” sedang menunjukkan spoiler kehidupan manusia yang dikuasai serta dikendalikan yang saat ini sudah dan terus diprogram, saat ini melalui media sosial dengan ukuran ‘followers’, ‘views’ dan ‘like’-nya, entah apa ke depan.

Wake-Up!

Photo by Diane Picchiottino on Unsplash

--

--