Di komplek rumahku bangkai Tikus sering digeletakkan di jalan biar dilindas kendaraan. Entah jenapa makhluk ini disebut RAT.

Abdalah Gifar
3 min readFeb 24, 2023

Masuk gorong-gorong. Masuk selokan. Bergumul dengan sampah. Berkotor-kotoran. Bukan pencitraan. Mereka memang kotor.

Menerobos celah masuk ke rumah kala ada kesempatan. Mencoreng kebersihan, mengotori isi rumah, mencuri makanan, menyisakan bau, merusak perabotan, membawa penyakit. Berisik dalam persembunyiannya, kemunculannya selalu mengagetkan.

Jebakan dan racun, melampaui sekadar hardikan, diadakan agar makhluk ini mati sekalian.

Kenapa makhluk macam begini harus hidup?!

Sekadar ungkapan kekesalan. Saat makhluk ini bisa-bisanya lolos dari jebakan dan enggak mati-mati sekalipun racun sudah hilang. Entah ditelan tapi sudah kebal. Entah juga dengan siasatnya, seperti lolos dari jerat jebakan, racunnya sudah diamankan.

Tentu, tidak sedikit yang kena jeratan atau terjungkal akibat racun yang termakan. Kejadian yang sangat melegakan. Tapi di sisi lain, mungkin bagi teman-temannya, rekan sejawat makhluk ini, di rumah yang sama ataupun di rumah lainnya, dianggapnya ketidakberhasilan lolos dari jeratan atau ketidakkebalan atas racun, hanyalah kesialan, kekurangberuntungan.

Nyatanya mereka tidak jera, sekalipun kesialan mereka dipertontonkan, akhir petualangannya harus berujung digilas tanpa rasa kasihan sampai isi perut tercerai berai berserakan. Sungguh penampakan yang menjijikan. Roda-roda kendaraan terus menggilas, sampai bangkai mengering, mengerak di atas aspal jalanan. Makhluk ini tetap saja berseliweran! Beranak-pinak! Bangsat!

Berlarian dengan riang gembira saat malam, baik di kegelapan maupun di bawah pijaran lampu rumah. Di kala terang saja mereka bersembunyi, walau dengan tak berakal serta tanpa sedikit pun punya akhlak, makhluk ini ada saja yang menunjukkan kebangsatannya terang-terangan.

Aku ingin komplek rumahku bersih dari makhluk pengeRAT yang satu ini.

Rumah kakakku ada di komplek perumahan yang sama tapi beda blok. Tempat sampahnya tertutup, tidak ada satupun yang terbuka. Gorong-gorong dan selokannya bersih. Tidak ada faktor-faktor penunjang makhluk ini bisa hidup nyaman.

Selama pengalaman bolak-balik ke sana, mau siang ataupun malam, tidak pernah terjumpai makhluk ini berlarian, termasuk tidak ada satupun bangkai yang baru atau yang sudah mengerak tergeletak di jalanan.

Tiada orang yang tidak mau, bebas dari gangguan makhluk ini.

Mungkin selama ini, mereka muncul lalu hidup nyaman karena kita secara tidak langsung sudah mengundang mereka dengan kebiasaan hidup yang tidak taat atau abai pada aturan, seperti contohnya tidak menjaga kebersihan.

Saat segala upaya perbaikan dilakukan — di mana selalu ada saja batasan dan ganjalan yang tak terhindarkan — mereka tetap bisa hidup dan menghidupi keluarga beserta kalangan/kelompoknya, bahkan hadir dari generasi ke generasi.

Atau selama ini kita belum sadar, kita telah keliru memilih tempat tinggal. Kita sudah hidup di komplek perumahannya mereka, di mana kitanya jadi merasa terganggu oleh mereka sementara kehadiran kita bagi mereka jadi kesempatan luar biasa untuk menguasai sumber daya yang kita punya, sehingga sudah tidak mungkin lagi daya upaya dilakukan.

Pemberantasan kebangsatan makhluk ini bisa jadi hanya isapan jempol dan jargon belaka sebagai harapan palsu, agar kita tidak berpikir untuk beranjak dan hanya bisa terus-terusan mendumel dan menghardik, menjerat atau memberi racun. Menggeleng bolak-balik bangkainya sampai bersatu dengan aspal pun, bagi sejawat makhluk ini yang masih hidup, tidak akan bikin takut atau tidak akan berasa jadi ancaman. Toh, mereka sudah berkoloni. Hidup dan matinya mereka di komplek yang kita tinggali, yang disebut rumah-kita pun bisa jadi mereka yang pegang kendali.

Rombak saja kompleknya biar kayak komplek kakak saya yang berada di perumahan yang sama. Bisa kan?

Mungkin akan bisa dengan perombakan total, seluruh rumah yang ada di komplek turut melakukan, tidak sebagian. Saat sebagian pihak saja yang melakukan, dengan mudahnya pihak yang memiliki kesadaran itu ter/di-pinggirkan. Perbaikan sistem segala lini harus dilakukan. Coba saja, apakah akan ada hambatan atau ganjalan yang tiba-tiba jadi aral yang melintang? Dalam perjalanan selama ini yang diketahui, yaa selalu ada-ada saja.

Yang patut jadi kecurigaan, makhluk ini sudah bersekutu dengan manusia yang punya akal tapi tak berakhlak supaya kompleknya tetap “lestari” dalam ketidakbersihan dan/atau bisa saja berfantasi penghuni di komplek rumahku ini sudah jadi manusia pengeRAT : “RATman”, yang alih-alih keren malah menjijikan. Wallahualambissawab.

Ku hanya bisa berdoa karena jangankan untuk menyingkirkan atau menenteng bangkai makhluk ini, melihatnya saja pun aku sangat merasa jijik . Semoga aku tidak keliru tinggal di komplek perumahan yang tidak seharusnya (milik makhluk ini). Jika aku keliru sadarkanlah dengan cara-Mu yang terbaik, dan jikalau tempatku sudah tepat, semoga komplek perumahanku terbebas dari kelahiran dan kematian makhluk menjijikan ini. Aamiin

Tentu setiap makhluk ada fungsi dan perannya. Sekufu dengan makhluk ini ada cicak, nyamuk, dan kecoa. Masing-masing punya fungsi dan perannya di alam semesta yang sudah diatur dengan teratur oleh Yang Maha Kuasa.

Hadirnya mereka yang menjadi gangguan buat kita mungkin jadi suatu pertanda untuk kita, untuk mengubah kebiasaan sampai sistem pengaturan segala sesuatunya.

Sekian.

--

--